SEJARAH PERPUSTAKAAN DI INDONESIA
Perpustakaan lahir seiring dengan
tumbuhnya peradaban manusia, utamanya baca tulis. Kemajuan peradaban
manusia, berdampak pula pada perkembangan perpustakaan baik jenis,
sistem, kepemilikan ataupun hal-hal lain yang berkaitan dengan
penyelenggaraan perpustakaan. Awal berdirinya perpustakaan, dimulai
ketika manusia mengenal tulisan, bahan tulisan dan alat tulis. Sehingga
tidak berkelebihan, kalau dikatakan bahwa sejarah perpustakaan sama
tuanya dengan usia peradaban manusia, semenjak mereka mengenal baca
tulis. Berbagai media yang digunakan untuk kegiatan tulis menulis,
antara lain : batu, pelepah, tanah liat, parchmen yang terbuat dari kulit domba atau sapi yang dikeringkan. Beberapa parchmen yang disatukan, disebut dengan istilah codex.
Perkembangan perpustakaan di berbagai
negara (Suwarno, 2007), antara lain dapat dilacak dari apa yang
dilakukan oleh bangsa Sumeria dan Babylonia. Sekitar tahun 3000 SM,
bangsa Sumeria telah menyalin rekening, jadwal kegiatan,
pengetahuan yang dimilikinya, dalam bentuk lempeng tanah liat (clay tablets) dan tulisan yang digunakan berujud gambar (pictograph).
Ketika kemudian Sumeria ditaklukan oleh Babylonia, disamping
kebudayaannya diserap, maka bentuk tulisannyapun diubah menjadi
tulisan paku (cunciform).
Di Mesir, perpustakaan juga mengalami
perkembangan yang signifikan. Teks tertulis yang tersimpan di
perpustakaan Mesir, diduga ditulis sekitar tahun 4000 SM dengan gaya
tulisan yang disebut hieroglyph. Perpustakaan di Mesir semakin berkembang, manakala sekitar tahun 1200 SM diketemukan papyrus, yang dapat digunakan sebagai media untuk tulis menulis. Papyrus dibuat dari sejenis rumput yang dihaluskan dan dikeringkan, dan dari kata itulah kemudian berkembang istilah paper, papiere, papiros, yang berarti kertas (Suwarno, 2007).
Aristoteles ditengarai sebagai orang
yang pertama kali mengumpulkan, menyimpan dan memanfaatkan budaya masa
lalu di Yunani. Perkembangan perpustakaan di negeri ini, dikenal melalui
perpustakaan milik Peistratus (Athena/abad ke 6), Polyerratus
(Samos/abad ke 7), dan Pericles, sekitar abad ke 5. Peradaban Yunani
mengenal jenis tulisan yang dikenal sebagai mycena (1500 SM),
dan kemudian digantikan oleh 22 huruf temuan orang Phoenicia, yang dalam
pekembangannya berubah menjadi 26 huruf sebagaimana yang digunakan saat
ini.
Perpustakaan juga diketahui berkembang
di Romawi, Eropa Barat dan Amerika Utara. Perkembangannya menjadi
semakin cepat, sejak ditemukan mesin cetak pada abad pertengahan.
Johannes Gutenberg dari Jerman, adalah orang yang memelopori cara
penulisan dengan menggunakan mesin cetak, untuk mengganti teknik
penulisan yang sebelumnya menggunakan tangan. Sejalan dengan teknologi
yang berkembang pada saat itu, produksi buku yang dihasilkan bentuknya
masih sangat sederhana. Dengan teknik yang disebut ugari, bentuk buku yang diproduksi menjadi barang langka dan dikenal sebagai incunabula (Sulistyo-Basuki dalam Suwarno, 2007).
Revolusi industri yang terjadi di Eropa,
menjadi pemantik berkembangnya perpustakaan. Pesatnya perkembangan
teknologi dan sistem yang lebih modern, mempercepat penyebaran
perpustakaan ke seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia.
C Periodesasi Perkembangan Perpustakaan di Indonesia
a. Era Sebelum Penjajahan
Bangsa Indonesia sejak lama telah
mengenal peradaban baca tulis. Prasasti Yupa di Kutai Kalimantan Timur
yang diperkirakan berasal dari abad ke V Masehi, merupakan bukti sahih
tentang keberadaan peradaban tersebut (Almasyari, 2007).
Pada era kerajaan Hindu-Budha, banyak
lahir mahakarya para empu seperti Negarakertagama, Arjunawiwaha,
Mahabharata, Ramayana, Sutasoma dll. Karya-karya tersebut merupakan
hasil interaksi antara kebudayaan khas Indonesia dengan budaya asing,
utamanya India. Pada saat itu kerajaan-kerajaan telah memiliki semacam
pustaloka, yakni tempat untuk menyimpan beragam karya sastra ataupun
kitab-kitab yang ditulis oleh para pujangga. Hanya saja, pemanfaatan
naskah-naskah tersebut bukan untuk konsumsi masyarakat umum, melainkan
lebih banyak untuk keperluan raja dan para kerabatnya (Sumiati dan
Arief, 2004).
Perkembangan perpustakaan mengalami
pasang naik di era kerajaan Islam. Masuknya budaya Arab termasuk baca
dan tulis, yang kemudian berinteraksi dengan kebudayaan Melayu semakin
memperkaya khasanah budaya Indonesia. Pada masa ini banyak dihasilkan
karya-karya besar para pujangga, seperti kitab Bustanus Salatin, Hikayat
Raja-Raja Pasai, Babad Tanah Jawi dll. Kitab-kitab tersebut biasanya
disimpan di dekat keraton atau masjid, yang menjadi pusat aktivitas
kerohanian dan kebudayaan.
b. Era Pemerintahan Hindia- Belanda
Masuknya bangsa Belanda dengan membawa
teknologi bidang percetakan, semakin mempercepat perkembangan budaya
baca tulis di Indonesia. Di samping mendatangkan mesin cetak, mereka
membangun gedung perpustakaan di beberapa daerah. Salah satu yang sampai
sekarang masih eksis, adalah Kantoor voor de Volkslektuur yang kemudian berganti nama menjadi Balai Pustaka.
Pada tahun 1778, Bataviaasch Genootschap voor Kunsten en Wetenschappen mendirikan
perpustakaan yang mengkhususkan pada bidang kebudayaan dan ilmu
pengetahuan, yang kemudian pada tahun 1950 diambil alih oleh Pemerintah
Indonesia, dan dinamakan Lembaga Kebudayaan Indonesia. Dalam
perkembangannya, pada tahun 1989 organisasi ini melebur menjadi bagian
dari Perpustakaan Nasional Indonesia. Perpustakaan lain yang didirikan
adalah Bibliotheca Bogoriensis, dengan fokus pada bidang
biologi dan pertanian praktis. Perkembangan perpustakaan di beberapa
daerah, antara lain dijumpai di Probolinggo (1874), Semarang (1876),
Yogyakarta (1878), Surabaya (1879), Bandung dan Salatiga (1891). Pada
tahun 1916, perpustakaan-perpustakaan yang ada disatukan menjadi Vereeniging tot bevordering van het bibliotheekwezen, atau perkumpulan untuk memajukan perpustakaan di Hindia Belanda.
Semasa pemerintah Belanda menjalankan politik etis, Commissie voor de Volkslektuur merupakan
lembaga yang berperan dalam pemberdayaan perpustakaan.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan, antara lain menambah jumlah
perpustakaan di desa dan sekolah kelas dua di Jawa dan Madura,
melengkapi koleksinya dengan terbitan-terbitan dalam bahasa Jawa, Sunda,
Melayu dan Madura. Dalam perkembangannya, hal tersebut kemudian memicu
para pengusaha pribumi untuk membentuk lembaga penerbitan, yang dapat
memberikan kontribusi terhadap pengembangan perpustakaan di Indonesia
(Almasyari, 2007).
c. Era Pemerintahan Jepang
Ketika Jepang menguasai Indonesia,
mereka mengeluarkan kebijakan berupa larangan penggunaan buku-buku yang
ditulis dalam bahasa Inggris, Belanda dan Perancis di sekolah-sekolah.
Akibatnya, banyak buku terutama yang menggunakan bahasa Belanda
dimusnahkan. Kondisi ini justru menguntungkan bagi perkembangan
perpustakaan di Indonesia, karena dengan kebijakan tersebut buku yang
diterbitkan dalam bahasa Indonesia jumlahnya menjadi semakin meningkat.
Beberapa surat kabar yang terbit dengan menggunakan bahasa Indonesia
pada saat itu, antara lain Suara Asia, Cahaya Asia dll.
d. Era Pemerintahan Republik Indonesia
Setelah Indonesia merdeka, di tengah
konsentrasi untuk mempertahankan kemerdekaan dari invasi pasukan Inggris
dan Belanda, serta kesibukan menghadapi pemberontakan di beberapa
daerah, pada tahun 1948 pemerintah mendirikan Perpustakaan Negara
Republik Indonesia di Yogyakarta. Banyaknya permasalahan yang harus
dihadapi, mengakibatkan lambatnya perkembangan perpustakaan di
Indonesia. Ketika kondisi negara mulai mapan, pada kurun waktu tahun
1950-1960 pemerintah Republik Indonesia mulai mengembangkan perpustakaan
melalui pendirian Taman Pustaka Rakyat /TPR (Sumiati dan Arief, 2004).
Ada tiga tipe Taman Pustaka Rakyat :
(1). Tipe A untuk pedesaan, dengan komposisi koleksi 40 % bacaan setingkat SD dan 60 % setingkat SMP
(2). Tipe B untuk kabupaten, dengan komposisi koleksi 40 % bacaan setingkat SMP dan 60 % bacaan setingkat SMA
(3). Tipe C untuk provinsi, dengan komposisi koleksi 40 % bacaan setingkat SMA dan 60 % bacaan setingkat Perguruan Tinggi.
Pada tahun 1956, berdasarkan Keputusan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 29103,
Pepustakaan Negara didirikan di beberapa wilayah di Indonesia. Pendirian
perpustakaan tersebut dimaksudkan antara lain untuk membantu
perkembangan perpustakaan dan menyelenggarakan kerjasama antar
perpustakaan yang ada. Perhatian Pemerintah terhadap pengembangan
perpustakaan terus meningkat, dan pada tahun 1969 dialokasikan dana
untuk mendirikan Perpustakaan Negara di 26 Provinsi. Lembaga tersebut
difungsikan sebagai Perpustakaan Wilayah, di bawah binaan Pusat
Pembinaan Perpustakaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 0164/0/1980, pada tahun 1980
didirikan Perpustakaan Nasional, sebagai Unit Pelaksana Teknis bidang
perpustakaan di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Kartosedono (Sumiati dan Arief, 2004) menyatakan bahwa Perpustakaan
Nasional merupakan hasil integrasi dari Perpustakaan Sejarah Politik dan
Sosial, Bidang Bibliografi dan Deposit Pusat Pembinaan Perpustakaan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Perpustakaan Museum Nasional dan
Perpustakaan Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Dalam perkembangannya, melalui Keputusan
Presiden Republik Indonesia No.11 Tahun 1989, Perpustakaan Nasional
yang kala itu merupakan unit pelaksana teknis di lingkungan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, berubah menjadi Lembaga Pemerintah Non
Departemen, yang langsung bertanggungjawab kepada Presiden. Pembentukan
organisasi ini merupakan penggabungan antara Perpustakaan Nasional
dengan Perpustakaan Wilayah yang ada di 27 provinsi. Pada tahun 1997
berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 50, Perpustakaan
Nasional diubah namanya menjadi Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia, yang berlaku sampai dengan saat ini.
Seiring dengan diberlakukannya Otonomi
Daerah, berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 67 Tahun
2000, Perpustakaan Nasional Provinsi menjadi perangkat daerah, dengan
sebutan Perpustakaan Umum Daerah. Mulai saat itu penyelenggaraan
perpustakaan diserahkan kepada kebijakan Pemerintah Daerah
masing-masing. Kemudian dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 43
Tahun 2007 tentang Perpustakaan, diharapkan perkembangan perpustakaan di
Indonesia menjadi semakin meningkat, karena adanya payung hukum yang
kokoh.
KPAD Banjarnegara – BUDI HANDARI,SH
http://perpusbna.net/v2/2012/sejarah-perpustakaan-di-indonesia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar