Sabtu, 20 April 2013

Penataan Perpustakaan

PENATAAN PERPUSTAKAAN

 
Banyak orang berpendapat kualitas perpustakaan hanya dinilai menurut jumlah koleksi buku didalamnya. Semakin banyak dan beragamnya koleksi buku, seolah-olah perpustakaan dikatakan semakin menuju arah ideal. Pernyataan itu memang tidak dapat dipersalahkan, tetapi marilah kita telaah lebih jauh aspek apa lagi yang ternyata sangat berpengaruh bagi peningkatan kualitas perpustakaan.
Aspek penataan ternyata sangat berpengaruh pada perpustakaan. Dibutuhkan suatu seni dan kreativitas dalam menata perabot perpustakaan agar terlihat menarik tanpa mengurangi efisiensi pelayanan didalamnya. Selain itu, pemilihan pernik atau hiasan untuk mempercantik tiap ruang dapat menjadikan daya tarik tersendiri. Salah satu trik dalam menata perpustakaan agar enak dipandang yaitu dengan menyesuaikan tema tata ruang dengan momen yang sedang ‘hangat-hangatnya’ yaitu pada saat hari Besar (Keagamaan), Peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI, Hari Ibu, Tahun Baru, Hari Kartini, Hardiknas, dan masih banyak lagi. Yang kemudian penataan tersebut dikemas dalam konsep ‘Library’s Special Moment’.
Sangat membosankan, apabila perpustakaan hanya mengandalkan pelayanan sirkulasi dan penambahan kuantitas bahan bacaan. Kurangnya perhatian terhadap kondisi penataan ruang dan pemilihan hiasan perpustakaan, mengakibatkan perpustakaan kehilangan ruh (jiwa)nya. Perpustakaan terlihat sunyi dan mati, sehingga tidak dipungkiri semakin lama pengunjung-pun merasa jenuh dan gerah. Tidak ada salahnya bila kita mengambil konsep ’special event’ di mall-mall dan berbagai pusat perbelanjaan. Hiasan ketupat berbahan plastik sampai miniatur masjid berbahan gabus dan karton, seolah menjadi pernik tahunan yang mempercantik sudut-sudut ruang saat mendekati hari Lebaran. Contoh yang lain, jelang Lebaran, toko-toko baju lebih mengedepankan penjualan baju-baju muslim dengan alasan meningkatnya permintaan masyarakat akan baju muslim. Hal ini terlihat pada pemindahan space (ruang) untuk display (memamerkan) koleksi baju muslim didekat pintu masuk toko agar lebih mudah disaksikan dan didatangi pengunjung. Berlatar belakang masalah tersebut, penulis berusaha mengaplikasikan konsep yang telah lama berkembang tersebut dalam perpustakaan. Mampukah konsep ’Library’s Special Moment’ akan mendongkrak jumlah pengunjung perpustakaan? Atau justru akan mengurangi makna edukatif dan intelektualitas perpustakaan itu sendiri?
Library’s Special Moment tidak lain adalah konsep penataan perabot perpustakaan dan pemilihan hiasan (untuk dinding, furnitur, dsb)yang bertujuan menciptakan keserasian antara muatan edukasi perpustakaan dengan kebermaknaan keadaan (perayaan-perayaan) yang sedang berlangsung dimasyarakat. Istilah ”Library’s spesial moment” yang dalam bahasa Indonesia berarti Momen Spesial Perpustakaan, memang sengaja dikarang oleh penulis sendiri, mengingat diberbagai literatur belum ditemukan nama yang jelas mengenai konsep penataan ini. Maka dengan artikel ini, penulis sekaligus mengenalkan konsep sederhana dan biasa ini dengan harapan menjadikan perpustakaan menjadi luar biasa.
Perpustakaan kreatif
Perpustakaan memang identik dengan koleksi buku yang tertata dalam rak dan lemari. Seperti dalam definisi tradisional, perpustakaan adalah sebuah koleksi buku dan majalah (wikipedia). Di tengah atau disisi-sisinya terdapat meja dan kursi yang berderet sebagai tempat pengunjung untuk membaca. Kondisi ini mungkin tidak berubah selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun sehingga seolah tidak ada kesan ke’special’an dalam penataan perabot perpustakaan. Maka jangan heran kalau banyak orang lebih memilih tempat hiburan / rekreasi dari pada perpustakaan untuk menghabiskan masa liburannya. Perpustakaan hanya akan dikunjungi ketika mereka ’butuh’ saja, seperti dalam mencari literatur untuk referensi skripsi, menyelesaikan tugas resensi buku, dan berbagai kegiatan yang mereka anggap melelahkan. Sehingga tidak ada kesan ’terhibur’ dengan kunjungannya ke perpustakaan, melainkan hanya ’terpaksa’ agar permasalahanya ’terselesaikan’. Berangkat dari permasalahan tersebut, sifat atraktif tidak dipungkiri mutlak dimiliki oleh suatu perpustakaan. Kata atraktif berasal dari bahasa Inggris yaitu atractive yang artinya menarik. Sumber lain menyebutkan definisi atraktif yaitu: mempunyai daya tarik dan bersifat menyenangkan. Kemudian pertanyaan yang muncul: Menarik dalam hal apa?? Tentunya diharapkan menarik dalam segala hal, baik dari pelayanan sirkulasi, penataan bahkan hiasan. Konsep Library’s special moment lebih menekankan pada konsep penataan dan pemilihan hiasan yang cocok. Penataan disini dapat mencakup penataan buku, rak, meja dan kursi. Sesuai dengan konsep Library’s special moment, penataan ini harus bertema dengan keadaan (perayaan) yang sedang berlangsung dimasyarakat. Koleksi buku-buku kepahlawanan seperti Kisah Soeharto, Soekarno, Moh.Hatta tidak ada salahnya diletakaan di almari kaca (display) yang terdekat dengan pintu utama perpustakaan menjelang, pada, dan beberapa hari setelah Hari Pahlawan yang jatuh pada tanggal 10 November. Buku tersebut memang hanya sebagai pajangan dan tidak untuk dibaca, karena terdapat banyak buku-buku yang sama yang dapat dicari didalam ruang koleksi buku. Sebagai hiasan , yaitu dipajang pigura-pigura foto pahlawan nasional didinding-dinding di ruang baca pengunjung. Kalaupun sudah ada, sebaiknya diberi hiasan bunga dari plastik atau pita disudut-sudut pigura sehingga ada kesan mengenang para pahlawan yang telah berjasa bagi kemajuan bangsa dan negara. Sementara penataan kursi dan meja lebih diarahkan untuk tidak membelakangi dinding, karena memang foto / lukisan pahlawan sedang dipajang disana. Untuk penataan rak, cukup sekadar merapikan letak dan memperkirakan jarak antara satu rak buku dengan yang lain dengan harapan dapat memaksimalkan space (ruang) untuk menghindari permasalahan akibat jumlah pengunjung yang banyak dan berdesakan, apalagi pada saat liburan. Sementara untuk areal staf, penataan perabot dan pemilihan hiasan disesuaikan keinginan staf-staf itu sendiri mengingat areal ini jauh dari perhatian pengunjung.
Pada saat Bulan Ramadhan, buku-buku berkaitan dengan agama Islam dimasukkan dalam rak display berkaca agar lebih mudah dipandang. Hiasan-hiasan dindingnya juga harus dibuat bernuansa religius tetapi tidak berlebihan. Pajangan kaligrafi yang sederhana akan cocok sebagai hiasan selama bulan Ramadhan.. Tetapi, hendaknya kaligrafi ini berisikan doa-doa sederhana yaitu doa sehari-hari, seperti doa akan belajar, doa ketika bersin, dan sebagainya. Mendekati Hari Raya Idul Fithri, hiasan yang cocok digantungkan di plafon adalah ketupat-ketupat dari gabus, sementara untuk didinding adalah ketupat berbahan kertas emas atau pita jepang. Kalau perlu para staf mendisplay bahkan menjual parsel-parsel lebaran yang tentunya parsel ini berisikan buku-buku bertemakan religius. Yang sangat perlu menjadi perhatian saat bulan Ramadhan yaitu pada penataan rak perpustakaan. Kalau perlu, rak yang kurang terpakai untuk sementara diletakkan diluar ruang. Karena dalam menunggu waktu berbuka, banyak orang menghabiskan waktu mereka dengan membaca-baca diperpustakaan. Sehingga, tidak dipungkiri, pengunjung perpustakaan akan melonjak drastis. Tentu kita tidak menginginkan timbul kesan sumpek, panas dan gerah dari para pengunjung perpustakaan.
Perpustakaan Adaptif
Secara tidak langsung, konsep ’Library’s special moment’ memberikan kesan bahwa perpustakaan bersifat adaptif. Kata adaptif berasal dari bahasa inggris yaitu ’adaptive’ yang artinya dapat menyesuaikan diri. Sementara dalam kamus Besar Bahasa Indonesia adaptif berarti mudah menyesuaikan (diri) dengan keadaan. Tetapi hakikat adaptif dari perpustakaan sering disalah-artikan oleh masyarakat kita sendiri. Perpustakaan yang adaptif sering diartikan sebagai perpustakaan yang mampu bermeta-morfosis menjadi perpustakaan modern sesuai keadaan atau kebutuhan diera globalisasi. Penggunaan komputer seolah-olah wajib ada dalam setiap perpustakaan. Perpustakaan tradisional tak ber-komputer selalu dianggap kuno dan tidak berkembang. Penggunaan komputer dianggap memudahkan dan dapat mempercepat pekerjaan-pekerjaan perpustakaan yang pada akhirnya dapat memuaskan para pengunjung. Tetapi apa yang terjadi, penggunaan komputer ternyata justru mempersingkat waktu para pengunjung untuk membaca diperpustakaan. Apalagi bila jumlah komputer yang sangat banyak. Diruang staf, diruang baca, bahkan disamping rak buku tersebar komputer-komputer. Perpustakaan seperti tak berbeda dengan warnet (warung internet). Walaupun begitu, disatu sisi, memang kondisi ini sangat menguntungkan, karena masyarakat cepat terlayani dan cepat mendapatkan buku keinginannya. Tetapi apa yang pengunjung lakukan menjadi terbatas: masuk perpustakaan, dapat buku, langsung pulang. Lingkungan perpustakaan seolah hanya menjadi tempat mampir para pengunjung, bahkan hanya sebentar. Parahnya lagi, bila pengunjung datang ke perpustakaan hanya untuk ber-internet ria. Belum lagi beban listrik akan semakin meningkat. Maka dari itu, hendaknya kita mencoba menggeser dahulu makna adaptif tersebut menjadi makna adaptif yang sesuai dengan jati diri negeri sendiri.
Dengan konsep Library’s Special Moment, semua perpustakaan dimanapun berada baik ditengah kota maupun dipelosok desa, baik perpustakaan modern maupun yang masih tradisional, dapat berkembang menjadi perpustakaan yang adaptif. Dengan menggunakan trik dalam menata perabot dan penggunaan hiasan, akan memperkuat eksistensi perpustakaan walau ditengah era globalisasi. Contohnya seperti hiasan terompet pada akhir tahun yang dipajang dipintu masuk (yang diluar negeri masih jarang dilakukan), tentu akan menghidupkan atmosfer tahun baru didalamnya. Seolah-olah perpustakaan adalah makhluk hidup yang dengan bahagia mengucapakan ”Selamat Tahun Baru” pada para pengunjungnya. Penyambutan yang luar biasa ini sudah pasti akan mendongkrak jumlah pengunjung perpustakaan. Pepustakaan tentu akan lebih berkesan dihati pengunjungnya. Ide-ide kreatif dan berbeda dalam menata dan menghias perpustakaan dari satu even ke even yang lain menunjukkan bahwa perpustakaan mampu menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya (adaptif). Bahkan, adaptif yang seperti inilah yang dibutuhkan perpustakaan agar mampu bertahan diera globalisasi ini.
Untukmu Perpustakaan Negriku
Agar konsep Library’s Special Moment dapat berjalan baik diperlukan kerja keras dan daya kreatif yang baik dari para staff dan pustakawan. Untuk itu, suatu pelatihan untuk mereka memang sangat mutlak diperlukan. Pemerintah Daerah hendaknya membantu menyediakan tenaga pelatih yang sudah ahli khususnya dalam hal tata ruang dan estetika. Dengan demikian, konsep Library’s Special Moment akan mudah dilaksanakan secara baik dan kontinyu tentunya. Dengan mengaplikasikan konsep Library’s Special Moment ,diharapkan perpustakaan lebih mudah beradaptasi bak ’seekor bunglon’ yang dapat berwarna hijau didedaunan dan berubah coklat di batang-batang pohon. Tanpa harus menggunakan teknologi yang serba canggih, tanpa harus dibangun megah dan bertingkat-tingkat, tanpa harus memiliki koneksi internet yang mahal, justru hanya dengan menjual ide-ide unik dan orisinil dalam peningkatan mutu estetika, akan memperkuat jati diri dan daya saing perpustakaan ditingkat nasional bahkan internasional. Bravo Perpustakaan Indonesia.

sumber : http://kasmunbimo.blogspot.com/2011/06/penataan-perpustakaan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar